Di jalan ilmu yang gemintang ini,
kita mengenal serangkai nama-nama gemintang
yang bercahaya di langit gelap kemanusiaan.
Nama mereka adalah pandu di jalan ilmu.
Tapi ilmu yang mencahayai mereka itu
menuntun jiwa mereka untuk merunduk tawadhu’.
Hingga lisan mereka mudah saja berucap tanpa ragu:
“Aku tidak tahu…”
***
Syekh Ibn Baz pernah ditanya satu soalan,
dan beliau menjawabnya: “Aku tidah tahu…”
Si penanya bertanya:
“Anda Syekh Ibn Baz,
tapi Anda berkata: ‘Aku tidak tahu’?
Dijawabnya:
“Iya, dan sebarkanlah di segenap penjuru,
bahwa Ibn Baz tidak mengetahuinya…”
***
Syekh Hamid bin Akram al-Bukhary
(seorang ‘alim hadits di Madinah)
pernah bercerita suatu waktu:
bahwa Syekh Ibn Baz pada satu musim haji
pernah pula ditanyai:
tentang zakat buah zaitun,
apakah harus ditunaikan sebelum
atau sesudah minyaknya diperas?
Beliau menjawab:
“Wallahu a’lam…”
Maka bergetarlah segenap tenda Mina itu
oleh gemuruh takbir hadirin yang hadir.
***
Syekh al-Utsaimin, sang alim bestari itu
yang saat sepaska kewafatannya
justru terlahir puluhan jilid karya cemerlangnya…
Suatu waktu, ia ditanya:
tentang hukum berbekam di musim dingin.
“Katanya bekam tidak boleh dilakukan
di saat musim dingin.
Apakah ini benar?”
Syekh mulia itu menjawab:
“Aku tidak tahu…
Tapi yang menjadi rujukan dalam hal ini
adalah para dokter yang melakoni hal ini.”
(Liqa’ al-Bab al-Maftuh no. 168, tahun 1418 H)
***
Kali lain, Syekh bijak itu ditanya:
Tentang seorang makmum yang
tidak mampu mengikuti gerakan imam,
karena ia tubuhnya lamban bergerak.
Belum lagi ia sempat tegak berdiri,
Sang imam telah ruku’ lagi.
“Apakah ia boleh membaca al-Fatihah
saat bergerak bangkit untuk berdiri,
atau ia shalat duduk sahaja?”
Syekh al-‘Utsaimin menjawab:
“Tidak, ia tetap berusaha berdiri
Lalu membaca al-Fatihah semampunya,
dan menyempurnakannya walau imam telah ruku’.”
“Bolehkah ia membaca saat sedang bangkit?”
tanya si penanya lagi.
“Ia tidak boleh membacanya
saat sedang bangkit (dari sujudnya),
karena ia masih mampu untuk berdiri,”
jawab Sang Syekh lagi.
“Tapi mungkin ia hanya sempat membaca 2 ayat,
lalu imam pun sudah ruku’?” tanya orang itu lagi.
“Tapi dia masih bisa membaca
lima ayat yang tersisa, bukan?”
ujar Syekh kembali.
“Ia tidak sempat lagi untuk itu,
karena ia sangat lambat gerakannya
untuk bangkit (dari sujud),” jawab si penanya.
Syekh pun berkata:
“Demi Allah, aku tidak tahu…
Saya tidak bisa memberi jawaban
hingga Allah membukakan jalanNya
untuk kami…”
“Bolehkah ia mengerjakan shalat
sambil duduk sahaja?”
tanya di penanya lagi.
“Aku tidak tahu…,” jawab Syekh al-‘Utsaimin.
Selesailah sampai di situ.
(Liqa’ al-Bab al-Maftuh, no. 108, tahun 1419 H)
***
Ah…
Andai kisah-kisah ini kuteruskan,
maka akan panjanglah cerita ini,
dan akan semakin indahlah majlis ini
dalam senarai ketawadhuan dan rendah hati
para gemintang di langit ilmu kita…
Kita pun menjadi malu sejadi-jadinya,
dengan ilmu yang tak seberapa adanya,
hanya bermodal selembar ijazah doktoral,
menapuk dada selayaknya mujtahid agung!
Akhukum,
Muhammad Ihsan Zainuddin