BERDAMAI DENGAN DIRI SENDIRI?

  • 2 min read
  • Jul 06, 2023

Semalam tadi, saya tertegun dengan sebuah tweet yang ditulis oleh Dr. Nayif bin Nahar, seorang pemikir muslim brilian dari Qatar. Beliau menulis pesan pendek berbunyi:

“Ide ‘Berdamai dengan diri sendiri’ singkatnya adalah sebuah upaya mematikan nurani dalam diri (al-Dhamir). Dan ia adalah sebuah ide yang paling dahsyat menghancurkan diri seorang insan; karena ide itu akan membuat sang insan akan menerima semua kesalahan dan aibnya hingga (berpikir untuk) tidak perlu mengembangkan dirinya (menjadi lebih baik lagi).

Padahal al-Qur’an tidak pernah menyuruh Anda untuk berdamai dengan diri Anda. Tapi ia menyuruh Anda untuk menghadapinya hingga kelak Anda dapat membebaskan diri dari berbagai aib dan kesalahan diri. Allah berfirman:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا ‌وَقَدْ ‌خَابَ ‌مَنْ ‌دَسَّاهَا

‘Sungguh beruntung orang-orang yang mensucikan (jiwa)nya. Dan sungguh merugi orang (terus) mengotorinya.’ (Surah al-Syams: 9-10)

Demikian pesan kritis beliau yang singkat…

***

Jika Anda termasuk orang yang sering membaca buku-buku pengembangan diri, atau suka mengikuti training-training motivasi, atau doyan menonton video-video self development, maka nasihat hamba yang fakir ini kepada Anda:

Tetaplah berhati-hati!

Tetaplah waspada!

Banyak para penulis atau pemateri itu tidak memiliki world view yang sejalan dengan Islam, meskipun kolom agama dalam KTP mereka adalah “Islam”. Bahkan tidak sedikit dari para motivator itu adalah orang-orang kafir yang memiliki keyakinan yang bertentangan dengan Islam. Bagaimana pun juga, semua latar belakang itu akan ikut mewarnai setiap teori, konsep dan ide yang mereka tawarkan dan sodorkan.

Lalu kita yang membacanya sayangnya seringkali begitu mudah menerimanya…

Bahkan memberinya pembenaran dengan mengatakan: “Ini tidak bertentangan dengan Islam. Tidak bertentangan dengan al-Qur’an. Tidak menyelisihi Hadits Nabi…”

Bahkan pada level yang lebih parah, sebagian kita berusaha “mengais-ngais” al-Qur’an dan al-Sunnah demi mencari-carikan dalil untuk ide-ide yang disodorkan oleh para trainer dan motivator itu melalui buku, video atau pelatihannya. Yah, secara sadar atau tidak sadar, kita telah melakukan apa yang disebut “cocokologi”. Berusaha mencocok-cocokkan. Padahal mungkin tidak cocok.

Sebagian dari kita juga seringkali berdalih: “Tapi bukankah itu adalah ‘hikmah kebenaran’, dan kebenaran itu barang kaum muslimin yang berserakan, yang mereka berhak untuk mengambilnya di manapun menemukannya!”

Memang betul sedemikian itu adanya.

Tapi bukankah tidak semua yang berserakan itu adalah “hikmah” dan “kebenaran”?

Lagipula bagaimana alur Anda dalam menakar dan menimbang hikmah kebenaran itu? Apakah alurnya: “Yakini saja dulu, setelah itu carilah dalil-dalil yang cocok untuknya!”? Atau alurnya adalah: “Baca dulu al-Qur’an dan al-Sunnah, setelah itu kita melihat seperti apa arahan dan panduan al-Qur’an dan al-Sunnah untuk kita!”?

Silahkan direnungkan dan dipikirkan…

Tapi yang pasti, alur pertama “Yakini saja dulu, setelah itu carilah dalilnya” adalah alur yang sejak dahulu digunakan oleh para ahli bid’ah, yang menyesatkan mereka dari jalan al-Mushthafa Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sementara alur yang kedua “Baca dulu al-Qur’an dan al-Sunnah, setelah itu baru simpulkan arahan dan panduannya” adalah jalan yang ditempuh oleh para ulama Rabbani sejak dahulu, hingga mereka dengan mudah berlapang dada meninggalkan pendapatnya sendiri jika terbukti bertentangan, atau menyelisihi KitabuLlah dan Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Jika kalian temukan pendapatku menyelisihi Sunnah, maka buanglah pendapatku ke tembok!” begitu ujar salah seorang dari mereka.

 

Makassar, 06 Juli 2023

Muhammad Ihsan Zainuddin

Related Post :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *